Kamis, 18 September 2014

resensi film



mau share lagi gan , kali ini gue mau bagi mengenai resensi sebuah film , mudah mudahan bermanfaat ya gan 


Jenis film       : drama
Genre             : anak-anak
Produksi        : SBO Film Dam Mizan Production
Produser        : Shanty Harmayn
Sutradara      : Ifa Isfansyah
Penulis          : Salman Aristo
Pemain          : Emir Mahira (Bayu)
                        : Aldo Tansani (Heri)
                        : Marsha Aruan (Zahra)
                        : Ikranagara (Kakek Usman)
                        : Maudy Koesnaedi (Wahyuni)
                        : Ary Sihasale (Pak Johan)
                        : Ramzi (Bang Duloh)
Durasi                        : 1 jam 36 menit
Rilis                : 18 Juni 2009 
Bahasa          : Bahasa Indonesia
Sinopsis
Bayu, yang masih duduk di kelas 6 Sekolah Dasar, memiliki satu mimpi dalam hidupnya, yaitu menjadi pemain sepak bola hebat. Setiap hari dengan penuh semangat, ia menggiring bola menyusuri gang-gang di sekitar rumahnya sambil men-dribble bola untuk sampai ke lapangan bulu tangkis dan berlatih sendiri di sana.
Bayu hidup bersama ibu dan kakeknya. Bapak bayu adalah penggila bola yang telah meninggal dunia karena kecelakaan. Bapak bayu adalah penggemar bola yang sering bermain bola hingga suatu hari mengalami cedera di kaki sehingga tidak bisa melanjutkan kembali hobi lamanya dan berakhir dengan menjadi sopir taksi. Bapak bayu meninggal saat sedang bertugas sebagai sopir taksi. Rasa kehilangan kakek Bayu menjadikan bola (yang membuat bapak Bayu cedera hingga berakhir menjadi sopir taksi dan mengalami kecelakaan) sebagai alasan kematian anaknya. Trauma akan hal tersebut menyebabkan kakek bayu tidak menyukai siapa pun dalam keluarganya untuk bergelut dengan sepakbola, terutama Bayu.
            Itulah alasan sebenarnya kakek Bayu, Pak Usman, menentang impian Bayu. Ia pun berdalih bahwa menjadi pemain sepak bola identik dengan hidup miskin dan tidak punya masa depan. Bahkan, ia tidak akan mengakui Bayu sebagai cucu jika Bayu nekad menjadi pemain bola. Sebagai cucu yang baik, ia pun taat kepada sang kakek dengan mengikuti berbagai les yang dipersiapkan kakek. Akan tetapi, darah sang ayah pecinta bola turut mengalir dalam dirinya sehingga ia sering mencuri waktu untuk berlatih dan bermain bola bersama teman-temannya.
            Bayu memiliki teman dekat yang senantiasa mendukungnya. Heri, sahabat Bayu penggila bola, sangat yakin akan kemampuan dan bakat Bayu.  Dialah motivator dan ”pelatih” cerdas yang meyakinkan Bayu agar mau ikut seleksi untuk masuk Tim Nasional U-13 yang nantinya akan mewakili Indonesia berlaga di arena internasional.
Di tengah upaya kakek Usman mendidik Bayu menjadi orang sukses lewat beragam kursus, Bayu justru bertemu dengan Johan (Ari Sihasale), pelatih sekolah sepakbola Arsenal di Jakarta. Pertemuan ini menjadi langkah awal bagi perjalanan panjang Baju untuk masuk menjadi tim sepak bola nasional yang memakai seragam berlambang garuda di bagian dada.
Dibantu teman baru bernama Zahra yang misterius, Bayu dan Heri harus mencari berbagai alasan agar Bayu dapat terus berlatih sepak bola. Akan tetapi, hambatan demi hambatan terus menghadang mimpi Bayu. Bahkan, persahabatan tiga anak itu terancam putus. 

Keunggulan
            Film ini bercerita tentang olahraga bola yang memang digandrungi oleh segala usia, semua kasta, berbagai warna kulit, dan berbagai negara sehingga menjadikan film ini meraih animo tinggi dari masyarakat. Bola yang masih dikritik beberapa pihak sebagai hal yang membosankan dan kurang bermanfaat karena hanya menghabiskan waktu tidur malam saja ternyata bisa memberikan makna dari sisi lain yang berbeda.
 Film Garuda di Dadaku menyimpan hikmah yang berharga, di antaranya mengajarkan kita untuk terus mengejar impian dan menjaganya meski aral melintang. Jika kita yakin dan mampu, teruslah jaga keyakinan itu. Sesungguhnya kesuksesan juga bisa diraih melalui mimpi yang berawal dari hobi.
 Film ini menggambarkan realita kehidupan seorang anak dalam mencapai impiannya meskipun mimpi itu sederhana. Garuda di Dadaku memberi suguhan yang lengkap dengan berbagai factor, yaitu berkualitas, menyentuh, menghibur, sekaligus menginspirasi. 
            Garuda Di Dadaku menyajikan sebuah cerita yang sederhana namun berisi. Mengisahkan pertarungan dua kepentingan antara dua generasi. Olahraga sepakbola menjadi cantolan untuk mengaitkan tema besar tersebut. Film ini diramu dengan begitu apik, didukung permainan yang gemilang, plot cerita yang matang, cinematografi, dan editing yang terjaga. Hasilnya? Garuda Di Dadaku tak ubahnya sebuah masakan yang racikan bumbunya terasa pas. Ada haru, kadang juga tawa. Pada bagian ini, apresiasi, lagi-lagi layak diberikan kepada Ramzi, yang kali ini berperan sebagai Bang Duloh. 


Akting aktor cilik pendatang baru Emir yang memang memiliki kemampuan memainkan si kulit bundar membuat Garuda di Dadaku menjadi lebih nyata. Ditambah dukungan dari aktor-aktris kelas wahid, seperti Ikranagara dan Maudy, yang membuat kualitas film ini patut mendapat acungan dua jempol.
 Suntikan kekuatan juga datang dari soundtrack film yang begitu penuh warna dihadirkan pasangan suami istri penata musik, Aksan Sjuman dan Titi Sjuman. Music Score yang mereka hadirkan membawa penontonnya pada suasana batin yang riuh. Hal ini makin terasa dihadirkan lewat lagu Garuda Di Dadaku yang notasinya mengambil lagu daerah asal Papua, Apuse, yang diaransemen dan dibawakan grup rock Netral. Ia berhasil membangun suasana yang terasa bergelora mengiringi semangat Bayu dalam menggapai mimpinya. 
 
Kekurangan
-      sayangnya film ini mengalami beberapa kesalahan konyol, ketika Bayu bermain di stadium Gelora Bung Karno, background yang harusnya penonton berada, tampak kosong saja, tidak ada orangnya, dan ini menjadi kekurangan dari film garuda di dadaku.
-      Peran kakek kurang gereget, karena kakek yang sejak awal membenci sepak bola dan selalu menghalangi cucunya agara tidak bermain bola diperlihatkan dengan ekspresi yang sangat emosional, yang membuktikan bahwa ia seolah-olah bangga dengan apa yang ia takutkan selama ini
UNSUR INTRINSIK
1.    Tokoh             :
a.    Bayu
b.    Heri
c.    Zahra
d.    Pak Usman
2.    Penokohan   :
a.    Bayu berkarakter baik, pantang menyerah dan semangat
b.    Heri berkarakter baik dan cerdik
c.    Zahra berkarakter pintar dan baik
d.    Kakek usman, tegas, pemarah, keras kepala, tetapi sebenarnya penyayang
e.    Ibu Bayu, baik dan penyayang
f.     Johan, tegas dan disiplin
g.    Bang Dullah, baik dan periang
3.    Alur
Alur dalam film ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu:
  • Pengenalan, tahap ini adalah tahap pengenalan tokoh-tokoh yang terlibat dalam film ini serta menggambarkan bagaimana karakteristik masing-masing tokoh.
  • Konflik, konflik yang ditonjolkan dalam film Garuda di Dadaku yakni konflik pada saat Bayu yang ingin menjadi pemain sepak bola harus berbohong kepada kakeknya yang tidak pernah mengizinkan Bayu untuk bermain bola.
  • Klimaks, puncak konflik terjadi pada saat Bayu menemukan jalan untuk meraih mimpinya namun hal tersebut harus terhambat karena kakek Bayu mengetahui semua kebohongan yang telah dilakukan Bayu tehadap dirinya, dan disini Bayu harus merelakan impiannya karena sang kakek harus dirawat dirumah sakit.
  • Anti klimaks, tahap penyelesaian ini terdapat dalam bagian akhir yakni pada saat kakek Bayu memberi izin kepada Bayu untuk bermain bola dan mengejar impiannya menjadi pemain Timnas, dengan izin kakeknya Bayu melanjutkan perjuangannya dan akhirnya dengan bakat yang dimiliki Bayu dapat meraih impiannya dia terpilih menjadi pemain Timnas U-13.
4.    Latar
Film ini mengambil Latar lokasi di Jakarta diantaranya: Stadion Bung Karno, rumah Bayu dan Heri, dan sekolah.
5.    Tema
Film ini mengangkat tema tentang persahabatan dan kesungguhan dalam mengejar impian.
6.        Amanat
Janganlah berbuat bohong kepada orang tua walaupun hal yang baik, karena dapat menimbulkan masalah yang tidak diinginkan dalam keluarga. Lebih baik jujur , karena kejujuran itu jauh lebih baik dari pada kebohongan 
               
Unsur Ekstrinsik 
-      Nilai moral     :
Sama dengan amanat di atas. Janganlah berbuat bohong kepada orang tua walaupun hal yang baik, karena dapat menimbulkan masalah yang tidak diinginkan dalam keluarga. Lebih baik jujur , karena kejujuran itu jauh lebih baik dari pada kebohongan 
-      Nilai pendidikan       :
mengajarkan kita untuk terus mengejar impian dan menjaganya meski aral melintang. Jika kita yakin dan mampu, teruslah jaga keyakinan itu. Sesungguhnya kesuksesan juga bisa diraih melalui mimpi yang berawal dari hobi.
-      Nilai budaya
Pada film ini ditunjukkan budaya Indonesia pada saat itu yang sedang tergila-gila pada olahraga sepak bola.
-      Nilai social
Dalam film ini banyak terdapat nilai social yaitu kesetian dalam menjalin persahabatandan ketentraman dalam keluarga
-      Nilai  Agama
Dalam film ini banyak terdapat nilai agamayang patut kita teladani yaitu tidak boleh berbohong kepada orang tua.





Tugas

RESENSI film garuda di dadaku

terima kasih gan sudah mampir di blog gue , mudah mudahan memuaskan , 
wassalam,,,resensi film

4 komentar:

Unknown mengatakan...

Yak mantap sob

Anonim mengatakan...

Bagus gan sangat membantu saya membuat tugas saya, LANJUTKAN!!!!!

Unknown mengatakan...

Mantap sob, sangat membantu, Salam dari Bali!!

Anonim mengatakan...

sipp gan . cocok��